BADAR.CO.ID

SKEMA PEMBAYARAN DIUBAH DARI TUNAI DAN SKBDN KE D/A 180 HARI, PT PASU DIDUGA TIDAK BAYAR ALUMINIUM ALLOY INALUM – KERUGIAN NEGARA PERKIRAAN USD 8 JUTA

Inalum
Perubahan mekanisme pembayaran yang tidak terduga menjadi titik awal masalah yang menimbulkan kerugian keuangan negara yang signifikan, dengan dua tersangka dijerat pasal anti-korupsi dan ditahan di Rutan Tanjung Gusta Medan.

Medan – Proses perdagangan aluminium alloy antara PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) dan PT PASU mengakhiri dengan masalah serius setelah skema pembayaran yang semula menggunakan tunai dan Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN) diubah menjadi Documents Against Acceptance (D/A) dengan tenor 180 hari. Perubahan tersebut diduga menyebabkan PT PASU tidak melakukan pembayaran atas barang yang telah dikirim PT Inalum, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara yang diperkirakan mencapai USD 8 juta atau setara sekitar Rp133,49 miliar (dengan perhitungan kurs rupiah saat ini). Namun, nilai pasti kerugian negara masih dalam proses penghitungan oleh pihak yang berwenang.

Secara teknis, skema pembayaran tunai yang semula diterapkan merupakan bentuk transaksi yang langsung dan aman, di mana pembayaran dilakukan segera setelah barang diterima atau sebelum pengiriman. Sementara itu, SKBDN adalah instrumen kredit dalam negeri yang dikeluarkan oleh bank untuk memastikan pembayaran antara penjual dan pembeli dalam transaksi perdagangan. Dengan SKBDN, bank bertindak sebagai penengah yang hanya akan menyerahkan dokumen pengambilan barang kepada pembeli setelah mereka memenuhi syarat pembayaran yang telah disepakati, sehingga memberikan jaminan kepada penjual.

Berbeda dengan kedua skema tersebut, Documents Against Acceptance (D/A) adalah instrumen perdagangan di mana pembeli hanya perlu "menerima" (accept) dokumen pembayaran untuk mendapatkan akses ke barang, tanpa harus membayar segera. Pembayaran baru dilakukan setelah tenor yang telah disepakati – dalam kasus ini, 180 hari. Mekanisme ini menempatkan risiko lebih besar pada penjual, karena barang sudah berada di tangan pembeli sebelum pembayaran dilakukan.

Pihak penyidik yang tidak disebutkan namanya mengungkapkan bahwa perubahan skema pembayaran ini dilakukan tanpa melalui proses evaluasi risiko yang lengkap dan prosedur internal yang berlaku di kedua perusahaan. Hal ini diduga terkait dengan kecurangan yang dilakukan oleh dua tersangka, yang hingga saat ini juga belum diumumkan namanya. Tersangka tersebut diduga memiliki peran penting dalam memutuskan perubahan mekanisme pembayaran yang akhirnya menyebabkan PT PASU tidak melunasi utangnya kepada PT Inalum.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut mengatur tentang tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan wewenang atau kedudukan untuk memperoleh keuntungan sendiri atau orang lain, yang menyebabkan kerugian bagi negara atau lembaga negara.

Sebelum dilakukan penahanan, kedua tersangka terlebih dahulu menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan kondisi fisik dan mental mereka layak mengikuti proses penyidikan. Setelah pemeriksaan kesehatan selesai dan dinyatakan layak, penyidik melakukan penahanan terhadap kedua tersangka untuk kepentingan penyidikan yang lebih lanjut. Penahanan dilakukan selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IA Tanjung Gusta Medan.

Pejabat kepala penyidikan terkait menyampaikan bahwa selama masa penahanan, penyidik akan melakukan penyelidikan lebih mendalam, termasuk mengambil keterangan dari saksi, memeriksa dokumen-dokumen terkait transaksi, dan mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk menguatkan kasus. "Kami akan melakukan penyidikan dengan sepenuh hati dan objektif untuk mengungkapkan kebenaran dan memastikan bahwa pelaku tindak pidana diberi sanksi yang sesuai," ujar pejabat tersebut dalam keterangan resmi.

PT Inalum sebagai perusahaan BUMN yang bergerak di bidang industri aluminium juga mengkonfirmasi adanya masalah ini. Wakil Direktur Keuangan PT Inalum menyatakan bahwa perusahaan telah melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi kepentingan negara, termasuk melaporkan ke pihak penegak hukum dan melakukan evaluasi ulang terhadap prosedur transaksi perdagangan agar peristiwa serupa tidak terulang lagi. "Kami sangat menyesal atas terjadinya kerugian yang mungkin dialami negara. Kami akan sepenuhnya berkooperasi dengan penyidik dalam proses penyidikan," ungkapnya.

Sementara itu, pihak PT PASU belum memberikan keterangan resmi apapun terkait dugaan tidak melakukan pembayaran. Beberapa sumber yang mendekati perusahaan menyatakan bahwa PT PASU sedang menghadapi kesulitan keuangan, namun hal ini belum dapat diverifikasi oleh pihak berwenang.

Kerugian yang diperkirakan mencapai USD 8 juta ini menjadi perhatian publik, terutama karena melibatkan perusahaan BUMN dan kerugian bagi negara. Banyak pihak menuntut agar proses penyidikan berjalan transparan dan cepat, sehingga kebenaran dapat terungkap dan pelaku dapat diadili sesuai hukum. Selain itu, banyak juga yang menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi lebih ketat terhadap sistem pengendalian internal di perusahaan BUMN untuk mencegah terjadinya korupsi dan kerugian negara di masa depan.

Penyidikan terhadap kedua tersangka masih berjalan, dan penyidik berhak memperpanjang masa penahanan jika diperlukan untuk mengumpulkan bukti lebih lanjut. Nilai pasti kerugian negara juga diharapkan akan segera diumumkan setelah proses penghitungan selesai dilakukan oleh tim ahli yang ditunjuk oleh pihak berwenang.

(Khang's)

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama