JAKARTA – Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengumumkan perkembangan terbaru penanganan kasus dugaan pembalakan liar di kawasan Tapanuli, Sumatera Utara, yang diduga menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya banjir di wilayah tersebut. Dalam keterangan pers yang disampaikan Jumat (12 Desember 2025), Kapolri menyatakan bahwa penyidik Bareskrim Polri telah menaikkan status perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan satu orang tersangka.
“Kita sudah membentuk Satgas di Tapanuli. Perkaranya sudah kita naikkan ke tahap penyidikan dan tersangka juga sudah kita temukan,” ujar Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo. Meskipun telah menemukan tersangka, mantan Kapolda Banten itu belum bersedia mengungkap identitas pelaku. Ia menegaskan bahwa tim satgas Bareskrim Polri masih bekerja langsung di lapangan untuk mendalami seluruh temuan dan mengembangkan perkara.
“Tim masih turun langsung ke lapangan. Biarkan tim yang menjelaskan lebih lanjut karena satgas sedang bekerja,” tegasnya.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri telah menemukan adanya unsur tindak pidana dalam kasus dugaan pembalakan liar di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Garoga dan Anggoli, Sumatera Utara. Direktor Dittipidter Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Mohammad Irhamni, menyatakan bahwa penanganan kasus di dua lokasi tersebut telah resmi dinaikkan ke tahap penyidikan pada Rabu (10 Desember 2025).
“Untuk lokasi TKP (Tempat Kejadian Perkara) Garoga dan Anggoli, perkaranya sudah kami naikkan ke proses penyidikan,” ujar Brigjen Pol. Irhamni.
Kasus pembalakan liar di Tapanuli semakin menarik perhatian karena dikaitkan dengan bencana banjir yang sering melanda wilayah tersebut. Kerusakan hutan akibat penebangan liar menyebabkan penurunan kemampuan tanah untuk menahan air hujan, sehingga meningkatkan risiko banjir dan tanah longsor. Hal ini juga diperkuat oleh langkah-langkah Kementerian Kehutanan (Kemenhut) yang baru-baru ini menindak 11 entitas yang diduga terlibat pembalakan liar di Tapanuli Selatan.
Dalam keterangan terpisah, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengonfirmasi bahwa tiga entitas baru – Phat Jas, Phat Ar, dan Phat Rhs – secara resmi disegel karena diduga kuat terlibat dalam pelanggaran tata kelola hutan masif. Totalnya, sudah 11 subjek hukum, termasuk 4 korporasi besar dan 7 Pemegang Izin Pemanfaatan Hasil Hutan (Phat), yang berada dalam cengkeraman hukum.
“Pelaku terancam pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 3,5 miliar. Ini bukan main-main, ini adalah kejahatan terorganisir yang merusak dan membunuh,” tegas Raja Juli. Di lokasi Phat Jam, tim penyidik menemukan barang bukti seperti 60 batang kayu bulat, 150 batang kayu olahan, dan sejumlah alat berat yang disita, yang secara langsung terkait dengan penyidikan empat truk yang sebelumnya ditangkap karena mengangkut kayu tanpa dokumen sah.
Selain di Sumatera Utara, dugaan praktik pembalakan liar juga kembali menjadi sorotan di wilayah Aceh. Tim Dittipidter Bareskrim Polri mendapati adanya aktivitas penebangan hutan dan pembukaan lahan mencurigakan di hulu Sungai Tamiang, kawasan yang seharusnya masuk wilayah lindung. Informasi awal menunjukkan bahwa aktivitas ini dilakukan oleh masyarakat, seperti yang diungkapkan Brigjen Pol. Irhamni pada Selasa (9 Desember 2025).
“Hasil pemeriksaan lapangan mengungkap adanya pola kerja yang terorganisasi. Para pelaku diduga menunggu debit air sungai meningkat untuk mengalirkan kayu hasil tebangan melalui sungai,” jelasnya. Modus yang digunakan oleh pelaku disebut sebagai “panglong”, di mana kayu dipotong, ditumpuk di bantaran sungai, lalu dihanyutkan saat air naik seperti rakit. Pohon berukuran besar dipotong menjadi bagian lebih kecil agar mudah terbawa arus.
Aktivitas penebangan liar di hulu Sungai Tamiang semakin mengkhawatirkan karena kawasan tersebut merupakan bagian dari ekosistem yang penting untuk menjaga keseimbangan alam dan mencegah bencana. Kehilangan tutupan hutan di daerah tersebut juga diduga berkontribusi terhadap terjadinya banjir bandang dan tanah longsor yang pernah melanda beberapa wilayah di Aceh dan Sumatera.
Polri menegaskan komitmennya untuk menindak tegas praktik pembalakan liar yang merusak lingkungan dan berdampak langsung terhadap keselamatan serta kesejahteraan masyarakat. Langkah-langkah yang diambil, mulai dari pembentukan satgas, peningkatan status perkara, hingga penemuan tersangka, diharapkan dapat menjadi pencegah bagi pelaku kejahatan lingkungan lainnya.
“Kita tidak akan mentolerir adanya kejahatan yang merusak lingkungan. Setiap pelaku akan dijatuhi hukuman seadil-adilnya sesuai dengan undang-undang,” tegas Kapolri. Tim satgas yang bekerja di lapangan diharapkan segera memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai identitas tersangka dan temuan-temuan baru dalam penyelidikan kasus pembalakan liar di Tapanuli dan Aceh.
(Red)

