Harga BBM Eceran Melonjak di Atas Rp 30 Ribu per Botol 1,5 Liter: Gelapnya Realitas Pasca Banjir Sumut, Aceh, dan Sumbar dan Kajian Hukum yang Harus Diperhatikan
Di tengah upaya masyarakat untuk bangkit dan bertahan hidup pasca bencana banjir yang melanda Sumatera Utara (Sumut), Aceh, dan Sumatera Barat (Sumbar) sejak awal Desember 2025, muncul realitas yang menyakitkan: banyak penjual bahan bakar minyak (BBM) eceran di berbagai daerah terdampak menjual produknya dengan harga yang jauh melampaui batas yang ditetapkan. Laporan terbaru menunjukkan bahwa harga BBM eceran dalam botol minum ukuran 1,5 liter bahkan mencapai Rp 30 ribu atau lebih — angka yang mengagetkan mengingat harga dasar BBM di titik serah yang jauh lebih murah. Fenomena ini tidak hanya memberatkan beban masyarakat yang sudah tertekan akibat kerusakan dari banjir, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil dengan akses terbatas ke SPBU, tetapi juga melanggar aturan hukum yang berlaku. Bagaimana bisa hal ini terjadi? Apa dampaknya terhadap masyarakat? Dan apa konsekuensi hukum yang harus ditanggung oleh pelaku yang melakukan praktik ini?
Realitas di Lapangan: Harga BBM Eceran yang Melonjak Tak Terkendali Pasca Banjir
Banjir yang melanda Sumut, Aceh, dan Sumbar sejak jumat (1/12/2025) telah merusak sejumlah infrastruktur, termasuk jalan raya yang menghubungkan daerah terpencil ke pusat kota dan SPBU resmi. Di Aceh, sembilan kabupaten/kota terendam banjir, dengan ketinggian air mencapai 1,5 meter, sementara di Sumut dan Sumbar, sejumlah kecamatan juga mengalami genangan air yang mengganggu distribusi barang dan jasa. Dampak dari kerusakan infrastruktur ini adalah terputusnya aliran distribusi BBM resmi ke daerah terpencil, menjadikan masyarakat terpaksa bergantung pada penjual eceran lokal.
Seorang warga di kecamatan Besitang, Sumut, yang menyebutkan namanya Budi, mengaku harus membayar Rp 32 ribu untuk satu botol 1,5 liter solar. "Kami tidak punya pilihan lain. Jalan ke SPBU terdekat rusak akibat banjir, dan bahkan jika bisa mencapai sana, antriannya berjam-jam sampai ke jalan raya," ujar Budi dengan nada sedih. Laporan di kawasan Besitang bahkan menunjukkan bahwa antrian BBM di SPBU telah menyebabkan kemacetan parah di jalan nasional Medan-Aceh, dengan ratusan kenderaan berjejal selama berjam-jam.
Kondisi yang sama juga terjadi di Kabupaten Batu Bara, Sumut, di mana beberapa penjual eceran menjual BBM jenis pertalite dan solar dengan harga mencapai Rp 30 ribu per botol 1,5 liter. Warga di desa Lubuk Cuik, kecamatan Lima Puluh, yang juga terkena banjir dengan ketinggian air hingga 1,2 meter, mengaku terpaksa membeli BBM dari penjual lokal karena jalan ke SPBU terdekat tergenang dan antrian yang sangat panjang. Siti, seorang warga desa tersebut, mengatakan, "Kami butuh BBM untuk memasak dan menggerakkan motor untuk mencari sembako. Penjual tahu kami terjebak, jadi mereka menjual dengan harga Rp 30 ribu per botol. Itu lebih dari dua kali lipat harga resmi di SPBU."
Kondisi serupa juga terjadi di Aceh Timur, di mana beberapa pedagang menjual BBM eceran hingga Rp 40 ribu per botol 1,5 liter pasca banjir. Di beberapa lokasi di Sumbar, harga BBM eceran bahkan bisa melonjak hingga Rp 35 ribu per botol pada malam hari atau saat stok di SPBU yang masih beroperasi habis. Fenomena ini diperparah oleh potensi kelangkaan BBM yang seringkali terjadi di daerah rawan, yang dimanfaatkan oleh spekulan untuk memanipulasi pasokan dan harga. Pengawasan yang kurang ketat di daerah terpencil, yang juga masih dalam kondisi pemulihan pasca banjir, juga menjadi celah bagi pelaku untuk melakukan praktik ilegal ini tanpa takut dikenai tindakan.
Dampak dari harga BBM eceran yang tinggi sangat luas, terutama bagi masyarakat yang sudah merugi akibat banjir. Pertama, beban ekonomi masyarakat yang bergantung pada BBM untuk kebutuhan sehari-hari, seperti memasak dengan kompor minyak tanah, menggerakkan motor atau sepeda motor, dan bahkan memompa air, menjadi semakin berat. Bagi petani dan nelayan yang baru mulai kembali bekerja, harga BBM yang mahal juga meningkatkan biaya produksi, yang pada akhirnya akan membuat harga komoditas pangan naik. Kedua, praktik penjualan BBM eceran di botol minum juga berisiko tinggi terhadap kebakaran, karena botol tersebut tidak dirancang untuk menyimpan bahan bakar yang mudah terbakar. Beberapa kasus kebakaran yang terjadi di daerah terpencil pasca banjir telah dikaitkan dengan penyimpanan BBM yang tidak benar oleh penjual eceran.
Kajian Hukum: Aturan yang Berlaku dan Konsekuensi Pelanggaran
Untuk mengatur penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM, pemerintah telah menetapkan sejumlah peraturan hukum yang harus dipatuhi oleh semua pihak. Berikut adalah beberapa aturan utama yang terkait:
1. Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 (diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 117 Tahun 2021)
Peraturan ini menjadi landasan hukum utama dalam pengaturan BBM di Indonesia. Pasal 14 Peraturan Presiden ini menyatakan bahwa harga jual eceran BBM jenis tertentu dan BBM khusus penugasan ditetapkan oleh Menteri ESDM setelah mempertimbangkan berbagai faktor, seperti harga minyak mentah dunia, biaya produksi, dan daya beli masyarakat. Pasal 20 Peraturan Presiden ini juga menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan praktik penimbunan, pemaksaan harga, atau penjualan BBM di atas harga yang ditetapkan.
2. Keputusan Menteri ESDM Nomor 218.K/MG.01/MEM.M/2022
Berdasarkan Peraturan Presiden di atas, Menteri ESDM pada tanggal 3 September 2022 menetapkan harga jual eceran BBM di titik serah sebagai berikut (yang masih berlaku hingga saat ini di Sumut, Aceh, dan Sumbar):
- Minyak tanah (kerosene): Rp 2.500 per liter (termasuk PPN)
- Minyak solar (gas oil): Rp 6.800 per liter (termasuk PPN dan PBBKB)
- Bensin RON 90 (khusus penugasan): Rp 10.000 per liter (termasuk PPN dan PBBKB)
- Pertalite: Rp 10.000 per liter
- Pertamax: Rp 13.200 - Rp 13.500 per liter (tergantung daerah)
Harga ini menjadi acuan untuk harga jual eceran di SPBU. Untuk penjualan di luar SPBU, seperti penjualan eceran di botol, harga yang ditetapkan seharusnya tidak terlalu jauh dari harga di SPBU, mengingat biaya pengiriman dan margin yang wajar. Namun, praktik menjual dengan harga Rp 30 ribu per botol 1,5 liter (yang setara dengan Rp 20.000 per liter) jelas melampaui margin yang wajar dan melanggar aturan. Di kawasan Besitang dan Kabupaten Batu Bara, misalnya, pedagang eceran menjual pertalite dengan harga dua kali lipat lebih dari harga resmi, yaitu Rp 30 ribu hingga Rp 35 ribu per botol 1,5 liter.
3. Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 Tahun 2018
Peraturan ini mengatur perhitungan harga jual eceran BBM umum. Pasal 4 ayat 1 Peraturan Menteri ini menyatakan bahwa harga jual eceran BBM umum di titik serah ditetapkan oleh badan usaha dengan harga tertinggi berdasarkan harga dasar ditambah PPN, PBBKB, dan margin paling tinggi 10% dari harga dasar. Ini berarti bahwa penjual tidak boleh menambah margin lebih dari 10% dari harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah. Jika harga solar di titik serah adalah Rp 6.800 per liter, maka harga jual eceran maksimal yang diizinkan adalah sekitar Rp 7.480 per liter (termasuk margin 10%). Harga Rp 20.000 per liter yang dijual oleh penjual eceran jelas jauh melampaui batas ini.
Konsekuensi Hukum untuk Pelanggaran
Pelaku yang terbukti melakukan penjualan BBM di atas harga yang ditetapkan dapat dikenai konsekuensi hukum yang berat. Berdasarkan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, setiap orang yang melanggar aturan tentang harga jual eceran BBM dapat dikenai pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Kepolisian juga telah aktif dalam menindak pelaku penjualan BBM di atas harga pasca banjir. Seperti yang diumumkan oleh Kapolres Aceh Barat Daya, penjual BBM dengan harga tak wajar bisa dijerat pidana hingga 6 tahun penjara. Di Aceh Timur, Bupati Iskandar Usman Al-Farlaky bahkan melakukan sidak langsung ke pasar dan pusat perbelanjaan pada jumat (5/12/2025) menyusul keluhan masyarakat tentang kenaikan harga BBM dan bahan pokok pasca banjir. Ia meminta warga untuk melaporkan pelaku penjualan di atas harga melalui hotline posko bencana atau langsung ke pendopo pemerintah daerah.
Di Kabupaten Batu Bara, Bupati Batu Bara juga telah mengumumkan akan melakukan penertiban terhadap penjual BBM yang menjual di atas harga pasca banjir. "Kami akan melakukan sidak ke berbagai lokasi yang menjadi titik penjualan BBM eceran. Pelaku yang terbukti melanggar akan dikenai tindakan hukum sesuai peraturan yang berlaku," Sesuai Surat Edaran yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah Bambang.
Selain pidana pidana, pelaku juga dapat dikenai tindakan perdata, seperti tuntutan ganti rugi dari konsumen yang merugikan akibat pembelian BBM di atas harga. Konsumen juga dapat melaporkan pelanggaran ini ke instansi terkait, seperti Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) atau Badan Pengawas Perdagangan Berbasis Uang (BPOM) jika ada masalah keamanan produk.
Upaya Pemerintah dan Peran Masyarakat dalam Menangani Masalah Ini Pasca Banjir
Untuk menekan praktik penjualan BBM di atas harga dan memenuhi kebutuhan masyarakat pasca banjir, pemerintah telah mengambil sejumlah langkah, antara lain:
1. Peningkatan Distribusi BBM: Pemerintah bekerja sama dengan PT Pertamina Patra Niaga untuk meningkatkan distribusi BBM ke daerah terdampak melalui skema Reguler Alternative Emergency (RAE), di mana pasokan BBM dikirim dari terminal di wilayah tetangga seperti Riau dan Jambi. Pertamina juga menyediakan bantuan BBM jenis Dexlite setiap hari untuk operasional alat berat dalam penanggulangan bencana, seperti pembersihan material dan pencarian korban hilang.
2. Peningkatan Pengawasan: Pemerintah daerah membentuk tim pengawas BBM yang melibatkan aparat penegak hukum, dinas terkait, dan stakeholder untuk memantau distribusi dan harga BBM di lapangan, terutama di daerah rawan. Sidak langsung oleh pejabat daerah, seperti yang dilakukan di Aceh Timur dan Kabupaten Batu Bara, juga dilakukan untuk mencegah praktik peningkatan harga yang tidak wajar.
3. Sosialisasi: Pemerintah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang harga BBM yang ditetapkan dan cara melaporkan pelanggaran penjualan di atas harga melalui saluran resmi yang disediakan, seperti hotline posko bencana.
4. Pemberian Bantuan Sosial: Pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) atau bantuan kebutuhan pokok kepada masyarakat yang terkena dampak banjir dan peningkatan harga BBM untuk meringankan beban ekonomi.
Selain upaya pemerintah, peran masyarakat juga sangat penting dalam menangani masalah ini. Masyarakat dapat:
1. Mengetahui Harga BBM yang Ditetapkan: Masyarakat harus selalu memperhatikan harga BBM yang ditetapkan oleh pemerintah agar tidak tertipu oleh penjual yang menjual di atas harga.
2. Melaporkan Pelanggaran: Masyarakat yang menemukan penjual BBM yang menjual di atas harga dapat melaporkan ke instansi terkait melalui saluran resmi yang disediakan, seperti hotline posko bencana atau dinas terkait.
3. Mendukung Pengawasan: Masyarakat dapat berpartisipasi dalam pengawasan masyarakat untuk memantau praktik penjualan BBM di lingkungannya.
Kesimpulan
Penjualan BBM eceran di atas harga, terutama hingga Rp 30 ribu per botol 1,5 liter di Kabupaten Batu Bara dan daerah lain yang terkena banjir Sumut, Aceh, dan Sumbar, adalah masalah serius yang memberatkan beban ekonomi masyarakat yang sudah tertekan. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kerusakan infrastruktur yang mengganggu distribusi BBM resmi, potensi kelangkaan BBM, dan pengawasan yang kurang ketat di masa tanggap darurat. Untuk menekan praktik ini, diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan distribusi BBM ke daerah terdampak, sedangkan masyarakat harus aktif dalam melaporkan pelanggaran dan mendukung upaya pemerintah. Dengan demikian, diharapkan harga BBM dapat tetap stabil dan terjangkau bagi semua masyarakat, terutama mereka yang tinggal di daerah terpencil, untuk membantu proses pemulihan pasca bencana.
(Red)
Tags:
BBM eceran botol 1.5 liter
Berita
Harga BBM eceran Rp 30 ribu
Kabupaten Batu Bara
Kajian hukum BBM di atas harga
Kenaikan harga BBM pasca bencana
Penjualan BBM ilegal

