![]() |
| Menyuarakan Keprihatinan: Ketua HKTI Batu Bara, Andriansyah, SH, menyampaikan aspirasi petani dalam pertemuan terbuka terkait masalah irigasi yang menyebabkan ribuan hektare sawah gagal panen. |
Batu Bara (16/09/2025) – Sejak tahun 2022, ribuan hektare sawah di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara, mengalami kekeringan parah akibat kerusakan sistem irigasi Babolon. Kondisi ini menyebabkan petani tidak dapat menanam padi, kehilangan mata pencaharian, dan berpotensi mengancam ketahanan pangan daerah.
Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Kabupaten Batu Bara, Andriansyah, SH, menjelaskan bahwa Irigasi Babolon, yang dibangun melalui kerja sama Indonesia–Australia pada tahun 1980–1985, merupakan sumber pengairan utama bagi sekitar 10.065 hektare sawah di empat kecamatan.
“Irigasi Babolon awalnya mampu mengairi lima daerah irigasi besar, yaitu Tanjung Muda (1.165 ha), Perkotaan (3.350 ha), Simodong (2.650 ha), Cinta Maju (1.540 ha), dan Purwodadi (1.365 ha). Namun, kini seluruh wilayah tersebut mengalami krisis air yang sangat serius,” ujar Andriansyah.
![]() |
| Fokus pada Solusi: Ketua HKTI Kabupaten Batu Bara memimpin diskusi dengan petani dan pemerintah, mencari solusi konkret untuk mengatasi krisis air yang melanda lahan pertanian di Batu Bara. |
Kronologi Permasalahan
Sumber air baku Irigasi Babolon berasal dari Sungai Bah Bolon di Kabupaten Simalungun, yang kemudian mengalir ke Sungai Tanjung dan Sungai Sidaludalu. Namun, sejak tahun 2022, terjadi sejumlah gangguan yang menyebabkan aliran air terhenti:
- Elevasi lantai Bendung Sei Manggar lebih tinggi dari permukaan air, menyebabkan air lebih banyak mengalir ke Sungai Sidaludalu daripada Sungai Tanjung.
- Terjadi sedimentasi tinggi di Sungai Sei Tanjung, mengurangi aliran air menuju Daerah Irigasi Tanjung Muda, Perkotaan, dan Simodong.
- Bendung Cinta Maju jebol, menyebabkan air yang masuk ke Sungai Sidaludalu terbuang percuma ke laut.
Akibatnya, lima daerah irigasi utama di Batu Bara—Cinta Maju, Purwodadi, Tanjung Muda, Perkotaan, dan Simodong—tidak lagi mendapatkan pasokan air yang memadai.
Kerugian Petani
Dengan asumsi produksi padi normal sebesar 7 ton per hektare per musim tanam dan dua kali panen dalam setahun, potensi kehilangan produksi akibat kekeringan ini diperkirakan mencapai 141.000 ton padi per tahun.
“Kehilangan produksi sebesar ini bukan hanya merugikan petani secara individu, tetapi juga berdampak besar pada ketersediaan pangan bagi masyarakat luas,” tegas Andriansyah.
![]() |
| Solusi : Sawah Kering Kerontang: Irigasi Babolon Rusak, Petani Batu Bara Merugi Ratusan Miliar Rupiah. |
Upaya dan Solusi
Masyarakat telah berupaya melakukan berbagai tindakan darurat, termasuk gotong royong membangun tanggul pengarah aliran air ke Sungai Tanjung dan membuat tanggul sementara di Bendung Cinta Maju. Namun, upaya ini belum membuahkan hasil yang signifikan.
Audiensi dengan Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara juga telah dilakukan, dan Gubernur Sumatera Utara telah memberikan perhatian saat kunjungan pada 11 Juli 2025. Sayangnya, hingga saat ini belum ada tindak lanjut yang nyata.
Oleh karena itu, HKTI Kabupaten Batu Bara mengajukan beberapa solusi utama:
1. Pembangunan check dam untuk meninggikan elevasi air di Bendung Sei Manggar.
2. Pengorekan sedimentasi di hilir Bendung Sei Manggar sepanjang ±7.000 meter.
3. Rehabilitasi Bendung Cinta Maju yang rusak.
Harapan Petani
“Atas nama seluruh petani di Kabupaten Batu Bara, kami sangat berharap Bapak Bupati Batu Bara dapat segera menindaklanjuti permasalahan ini dengan serius, serta mendorong sinergi bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan pemerintah pusat,” ujar Andriansyah.
Pihaknya juga memohon perhatian kepada Gubernur Sumatera Utara, Menteri Pertanian, hingga Presiden Republik Indonesia, agar masalah irigasi di Batu Bara segera mendapatkan solusi yang konkret.
“Petani sangat berharap ada langkah cepat dan tegas dari semua tingkatan pemerintahan. Tanpa perbaikan irigasi, ketahanan pangan daerah, bahkan nasional, bisa terganggu,” pungkasnya dengan nada penuh harap.
(Khang's)

.jpg)

