BADAR.CO.ID

Harapan Padi Tergantung OPLAH, Tapi Dana Kementan Hanya Angin di Dataran Batubara

Kabupaten Batubara

Batu Bara - Petani di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara, yang tengah menghadapi tantangan musim tanam dan rendahnya produktivitas, kembali merasakan kekecewaan. Program Optimasi Lahan (OPLAH) Kementerian Pertanian yang diharapkan menjadi tonggak peningkatan kesejahteraan ternyata masih jauh dari jangkauan mereka. Beragam laporan dari lapangan menunjukkan dana dan bantuan OPLAH belum sampai ke tangan petani yang sebenarnya membutuhkannya, sementara dugaan penyalahgunaan dan kekurangan pengawasan mulai mengemuka.

 

OPLAH: Harapan untuk Swasembada Pangan yang Terhalang

Program Optimasi Lahan (OPLAH) Kementerian Pertanian dirancang sebagai langkah strategis untuk mempercepat swasembada pangan nasional, terutama beras. Melalui program ini, pemerintah bertujuan meningkatkan indeks pertanaman (IP) dengan mengoptimalkan penggunaan lahan yang ada, baik melalui intensifikasi (meningkatkan panen dalam satu tahun di lahan yang sama) maupun ekstensifikasi (memperluas areal tanam). Bantuan yang diberikan meliputi alat dan mesin pertanian (alsintan), benih, pupuk, serta akses pembiayaan melalui perbankan.

Di Kalimantan Tengah, misalnya, program OPLAH telah menunjukkan kemajuan dengan penerapan "cetak sawah" yang berhasil meningkatkan areal tanam dan produktivitas padi. Namun, gambaran yang berbeda muncul di Batubara. Petani di daerah ini yang tengah menghadapi masalah irigasi, kurangnya pupuk subsidi, dan rendahnya pendapatan, masih menunggu kehadiran bantuan OPLAH yang seharusnya tiba untuk mendukung musim tanam mereka.

 

Keluhan Petani: Bantuan Hanya Diucapkan, Tidak Diterima

Sejumlah petani di Kabupaten Batubara mengaku belum pernah menerima satupun bantuan dari program OPLAH. Suryadi (45), seorang petani padi di Kecamatan Air Putih, mengungkapkan kesedihan dan kekecewaannya. "Kita dengar ada program OPLAH yang memberi alsintan dan pupuk, tapi sampai sekarang tidak ada yang datang. Musim tanam sudah mulai, tapi kita kesulitan beli pupuk karena harganya mahal," katanya.

Masalah ini diperparah oleh kondisi pupuk subsidi yang juga terbatas di daerah ini. Sebelumnya, Dinas Pertanian Kab. Batubara mengakui hanya 52 persen pupuk subsidi urea dan 29 persen pupuk NPK yang teralokasi sesuai permintaan petani. Hal ini membuat petani semakin bergantung pada bantuan dari pemerintah, termasuk yang dari program OPLAH.

Selain itu, beberapa petani juga mengaku tidak mengetahui prosedur pendaftaran atau kriteria penerima bantuan OPLAH. "Kita tidak tahu cara mendaftar. Tidak ada penyuluhan yang jelas dari dinas. Seolah-olah program ini hanya untuk nama saja," tambah Suryadi.


Dugaan Penyalahgunaan: Miliaran Rupiah Dana Petani Meninggalkan Jejak Kabur

Masalah bantuan OPLAH yang tidak sampai ke petani semakin memburuk dengan munculnya dugaan penyalahgunaan anggaran lain yang ditujukan untuk petani Batubara. Forum Masyarakat Peduli Nasib Petani Kabupaten Batu Bara (FMPP-KBB) mendesak Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) untuk melakukan audit investigatif terhadap penggunaan anggaran Rp 2,59 miliar yang dikelola Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Batubara.

Koordinator FMPP-KBB , Khang Akhyar, menyatakan bahwa meskipun dana tersebut dialokasikan untuk 10 program peningkatan pendapatan petani, termasuk pembentukan sekolah lapang bagi kelompok tani, kondisi petani tetap memprihatinkan. "Jika anggaran ini benar-benar digunakan dengan baik, petani seharusnya sudah merasakan manfaatnya. Tapi faktanya, mereka tetap hidup dalam keterpurukan. Ke mana uang ini mengalir? Jangan-jangan hanya jadi bancakan korupsi segelintir elit di dinas," tegasnya dengan nada keras.

Khang's Akhyar juga menekankan bahwa instruksi Bupati tentang penghapusan kemiskinan ekstrem seharusnya menjadi pedoman mutlak bagi dinas, namun program yang seharusnya membantu petani justru terkesan hanya sebatas proyek serapan anggaran tanpa manfaat nyata.

Tanggapan Pihak Berwenang: Kekurangan Informasi dan Pengawasan

Saat ditanya tentang keberadaan bantuan OPLAH di Batubara, Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kab. Batubara, Ir. Susilistiwati Ritonga, M.Si., mengakui bahwa program tersebut memang sedang diimplementasikan, namun ada beberapa kendala dalam penyaluran. "Kita sedang dalam proses verifikasi penerima bantuan. Mohon maaf jika ada keterlambatan, karena kita ingin memastikan bantuan tepat sasaran," katanya.

Namun, penjelasan ini tidak memuaskan petani dan lembaga masyarakat. Mereka menuntut transparansi lebih lanjut tentang proses verifikasi, alokasi dana, dan jadwal penyaluran bantuan. Selain itu, mereka juga menginginkan peningkatan pengawasan agar bantuan tidak terkontaminasi oleh penyalahgunaan atau korupsi.

Di tingkat nasional, Kementerian Pertanian telah menegaskan bahwa segala bentuk bantuan yang diberikan kepada petani, termasuk alsintan dari program OPLAH, harus bersifat gratis tanpa ada pungutan biaya apapun. Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Andi Nur Alamsyah, juga meminta petani untuk melaporkan jika ada oknum yang melakukan pungutan liar terkait bantuan tersebut.

Akibat Jangka Panjang: Rendahnya Produktivitas dan Kemiskinan Petani

Kekurangan bantuan dari program OPLAH dan masalah pupuk subsidi yang terus berlanjut akan memiliki akibat jangka panjang bagi petani Batubara. Rendahnya produktivitas tanaman akan menyebabkan penurunan pendapatan petani, yang pada gilirannya akan memperparah tingkat kemiskinan di daerah ini.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Kab. Batubara menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani kelapa sawit rakyat hanya sebesar Rp 1,55 juta per bulan, sementara biaya produksi dan biaya lingkungan yang harus ditanggung mereka mencapai Rp 2,35 juta per bulan. Hal ini berarti sebagian besar petani di daerah ini hidup di bawah garis kemiskinan.

Tanpa dukungan yang tepat dari pemerintah, petani Batubara akan sulit meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka. Ini tidak hanya merusak kesejahteraan mereka, tetapi juga mengancam ketahanan pangan nasional.

Harapan untuk Perbaikan: Transparansi, Pengawasan, dan Tindakan Hukum

Untuk mengatasi masalah ini, petani dan lembaga masyarakat menuntut beberapa langkah konkrit dari pemerintah, antara lain:

1. Transparansi lengkap tentang alokasi, proses penyaluran, dan penerima bantuan program OPLAH serta program lain yang ditujukan untuk petani.

2. Peningkatan pengawasan terhadap implementasi program agar tidak terjadi penyalahgunaan atau korupsi.

3. Penyelenggaraan penyuluhan yang jelas dan terarah untuk petani tentang cara mendaftar dan memanfaatkan bantuan yang diberikan.

4. Tindakan hukum tegas terhadap oknum yang terbukti melakukan penyalahgunaan anggaran atau pungutan liar.

 

Selain itu, Kementerian Pertanian juga diharapkan dapat lebih memperhatikan kebutuhan petani di daerah-daerah yang kurang beruntung, seperti Batubara. Program OPLAH yang dirancang untuk meningkatkan swasembada pangan harus benar-benar mencapai petani yang sebenarnya membutuhkannya, bukan hanya menjadi program yang ada di kertas.

Di tengah harapan dan tantangan yang besar, petani Batubara terus menantikan kehadiran bantuan yang seharusnya tiba. Semoga pemerintah segera mengambil tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah ini, sehingga harapan mereka untuk kehidupan yang lebih baik dan produktivitas pertanian yang lebih tinggi dapat terwujud.

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama