![]() |
| Danil Fahmi, S.H. Ungkap Potensi Kerugian Pajak Daerah dalam Program PTSL Batu Bara. |
BATU BARA – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), yang digagas sebagai langkah mulia pemerintah untuk memberikan kepastian hukum atas tanah masyarakat, kini menghadapi tantangan serius di Kabupaten Batu Bara. Tujuan mulia untuk mempercepat legalisasi aset, memperkuat ekonomi, dan menata administrasi pertanahan yang lebih tertib, tampaknya belum sepenuhnya terimplementasi dengan baik di lapangan.
Baru-baru ini, sebuah temuan mengejutkan mencuat ke permukaan. Danil Fahmi, S.H., Sekjen FSB NIKEUBA KSBSI Batu Bara, mengungkapkan adanya dugaan potensi kebocoran pajak daerah hingga mencapai Rp7 miliar sejak pelaksanaan program PTSL dimulai pada tahun 2017. Dugaan ini muncul akibat lemahnya koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Batu Bara.
Jika dugaan ini terbukti benar, masalahnya bukan hanya sekadar persoalan teknis administrasi. Lebih dari itu, ini menyangkut tanggung jawab moral dan integritas lembaga publik. Bagaimana mungkin sertifikat tanah dapat diterbitkan sementara Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), yang seharusnya menjadi hak daerah, belum dilunasi? Ini bukan hanya masalah prosedur, tetapi juga menyentuh jantung keuangan daerah, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam konteks otonomi daerah, PAD adalah sumber daya vital yang membiayai berbagai aspek pembangunan, mulai dari pelayanan publik hingga program sosial. Setiap rupiah yang hilang akibat kebocoran berarti berkurangnya peluang untuk membangun infrastruktur desa, meningkatkan fasilitas pendidikan, atau memperkuat layanan kesehatan masyarakat. Potensi kehilangan Rp7 miliar bukanlah angka yang kecil, terutama bagi kabupaten muda seperti Batu Bara yang masih berjuang untuk memperkuat basis fiskalnya.
Idealnya, BPN dan Bapenda seharusnya berjalan seiring, saling bertukar data dan informasi secara berkala. Regulasi telah mengatur dengan jelas bahwa BPN wajib menyampaikan data peserta PTSL kepada pemerintah daerah setiap tiga bulan sekali. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pajak dihitung dan ditagih dengan benar. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa mekanisme ini tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Saat ini, kedua lembaga tersebut harus segera mengambil tindakan nyata. Rekonsiliasi data peserta PTSL adalah langkah mutlak yang harus dilakukan untuk mencegah potensi pajak yang hilang tanpa jejak. Pemerintah daerah juga perlu bertindak lebih tegas, tidak hanya menunggu laporan, tetapi juga secara aktif melakukan audit dan penagihan terhadap BPHTB yang terutang.
Evaluasi dan transparansi publik dalam pelaksanaan program PTSL bukan hanya soal administrasi, tetapi juga merupakan wujud komitmen terhadap prinsip good governance, yaitu pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan masyarakat.
Tanah adalah aset rakyat, dan pajak adalah napas pembangunan daerah. Jangan sampai program yang seharusnya pro-rakyat justru menjadi celah bagi hilangnya potensi penerimaan daerah. Batu Bara membutuhkan keterbukaan dan ketegasan agar setiap sertifikat tanah yang diterbitkan benar-benar sah, tidak hanya di atas kertas hukum, tetapi juga di atas fondasi keadilan fiskal.
Penulis: Danil Fahmi, S.H.

