Jakarta – Setelah dua bulan penuh ketidakpastian dan kekhawatiran, para kepala desa dan perangkat desa akhirnya mendapatkan kejelasan mengenai pencairan Dana Desa Tahap II Tahun 2025. Ketidakpastian ini bermula sejak pertengahan September lalu, saat Kementerian Keuangan secara mendadak menunda pencairan dana tersebut tanpa penjelasan resmi maupun batas waktu yang pasti. Kini, kejelasan itu diperoleh melalui beredarnya salinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang resmi terbit pada 19 November 2025 dan ditandatangani langsung oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa.
Kebingungan dan Ketidakpastian Sebelumnya
Sejak 17 September 2025, pemerintah pusat secara sepihak menunda pencairan Dana Desa Tahap II tanpa memberikan penjelasan resmi kepada masyarakat desa maupun pemerintah daerah. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran besar karena banyak desa yang telah menyusun berbagai program pembangunan dan pemberdayaan masyarakat berdasarkan dana yang seharusnya cair. Ketika dana tersebut belum juga turun, banyak desa yang harus menanggung risiko terhambatnya pelaksanaan program, bahkan beberapa di antaranya terpaksa menunda atau membatalkan rencana kegiatan mereka.
Isi Regulasi Baru: PMK Nomor 81 Tahun 2025
Dalam salinan PMK tersebut, salah satu poin yang paling krusial adalah Pasal 29B yang secara langsung mengatur mekanisme penundaan dan pembatalan penyaluran Dana Desa Tahap II Tahun 2025. Pasal ini menyatakan bahwa desa yang belum melengkapi seluruh persyaratan pencairan hingga tanggal 17 September 2025 akan mengalami penundaan pencairan dana. Lebih jauh, terdapat dua kategori Dana Desa yang terdampak:
1. Dana Desa earmark – Dana yang penggunaannya sudah ditentukan secara khusus, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, program penanganan stunting, dan ketahanan pangan. Dana ini masih bisa dicairkan kembali jika desa segera melengkapi seluruh persyaratan sebelum batas akhir yang ditetapkan.
2. Dana Desa non-earmark – Dana yang bersifat fleksibel untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Dana ini dipastikan tidak akan disalurkan kembali jika berkas persyaratan terlambat dilengkapi setelah batas waktu yang ditentukan. Dana ini akan hangus dan dialihkan untuk program prioritas nasional atau kepentingan pengendalian fiskal pusat.
Dana yang hangus ini akan digunakan pemerintah pusat sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan, dan jika sampai akhir tahun anggaran dana tersebut tidak terpakai, maka dana tersebut akan menjadi sisa Dana Desa di RKUN dan tidak akan dilanjutkan di tahun berikutnya.
Dampak dan Reaksi dari Pemerintah Desa
Kebijakan ini tentu menjadi pukulan berat bagi banyak desa yang tengah menunggu pencairan dana untuk berbagai program pembangunan desa. Banyak desa yang sudah mengajukan permohonan dan bahkan mulai menjalankan kegiatan, kini harus menghadapi kenyataan bahwa dana tersebut berpotensi hangus jika tidak memenuhi persyaratan tepat waktu. Beberapa desa bahkan harus melakukan evaluasi ulang terhadap APBDes mereka yang telah disusun berdasarkan asumsi dana tersebut akan cair.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya pembangunan desa dan potensi kegagalan program-program yang telah direncanakan. Tidak sedikit yang merasa kecewa dan frustrasi karena regulasi ini dianggap terlalu mendadak dan tidak mempertimbangkan kondisi nyata di lapangan.
Potensi Dampak Lebih Luas dan Rencana Pemerintah di Masa Mendatang
Selain isu pencairan Dana Desa, muncul pula kekhawatiran terkait rencana pemerintah memotong hingga dua pertiga Dana Desa tahun 2026 untuk dialokasikan ke program Koperasi Desa Merah Putih (KDMP). Jika rencana ini terealisasi, ruang fiskal desa akan semakin menyempit, dan potensi pembangunan desa di masa mendatang menjadi semakin terbatas.
Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keberlanjutan pembangunan desa dan bagaimana pemerintah pusat akan mengelola dana secara efisien dan adil di tengah berbagai tantangan fiskal nasional.
Kesimpulan
Kebijakan terbaru melalui PMK Nomor 81 Tahun 2025 akhirnya memberikan kejelasan yang selama ini dinanti-nanti oleh masyarakat desa. Meski demikian, regulasi ini juga menimbulkan tantangan baru yang harus segera diatasi oleh pemerintah desa dan daerah. Ke depan, diperlukan komunikasi yang lebih transparan dan solusi yang lebih fleksibel agar pembangunan desa tetap berjalan sesuai target dan masyarakat tetap memperoleh manfaat dari Dana Desa.
(Red)

