BADAR.CO.ID

Sibolga Jadi 'Pulau Kayu': Banjir Surut, Kerusakan Hulu Terungkap

Sibolga Jadi 'Pulau Kayu': Banjir Suru

SIBOLGA – Pemandangan tak biasa menyambut warga Sibolga pasca banjir yang melanda kota itu. Hamparan kayu-kayu besar memenuhi pesisir dan muara sungai, mengubah wajah kota menjadi seolah "Pulau Kayu". Fenomena ini menjadi pengingat betapa rentannya Sibolga terhadap bencana akibat kerusakan lingkungan di wilayah hulu.

 

Kota Sibolga, yang terletak di pesisir barat Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia, memiliki luas wilayah yang relatif kecil, hanya sekitar 10,77 km². Kondisi geografis ini membuat Sibolga sangat rentan terhadap banjir pesisir dan limpahan material dari hulu sungai.

 

Setelah banjir surut pada Jumat, 28 November 2024, tumpukan kayu yang memenuhi pesisir dan muara sungai menjadi bukti nyata bahwa material tersebut terbawa arus dari hulu saat debit air meningkat drastis. Kayu-kayu tersebut kemudian terperangkap di wilayah pesisir, membentuk pemandangan yang menyerupai sebuah pulau baru.

 

Fenomena "Pulau Kayu" ini menjadi indikasi kuat adanya kerusakan lingkungan yang parah di wilayah hulu Sibolga. Hilangnya tutupan hutan akibat deforestasi mengurangi kemampuan alam untuk menahan debit air yang besar saat hujan ekstrem terjadi. Akibatnya, material-material seperti kayu dan tanah mudah terbawa arus dan melimpah ke wilayah hilir seperti Sibolga.

 

Data menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir, Indonesia telah kehilangan lebih dari 10,73 juta hektar hutan primer sejak tahun 2002. Hutan primer, yang seharusnya berfungsi sebagai penyangga alami banjir dan erosi, kini semakin berkurang luasnya. Deforestasi netto nasional pada tahun 2024 mencapai 175,4 ribu hektar, dan luas kawasan berhutan menyusut menjadi 95,5 juta hektar.

 

Kerusakan hulu dan hilangnya tutupan hutan secara signifikan mengurangi kemampuan alam dalam menahan debit air yang besar. Ketika hujan ekstrem menerjang, dampaknya langsung dirasakan oleh kota-kota kecil seperti Sibolga, yang memiliki wilayah sempit dan minim ruang resapan air.

 

Kondisi Sibolga yang berubah menjadi "Pulau Kayu" setelah banjir surut menjadi peringatan keras bagi kita semua. Alam sedang memberikan sinyal yang jelas tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, terutama di wilayah hulu sungai. Jika kerusakan lingkungan terus berlanjut, bukan tidak mungkin bencana serupa akan terus berulang dan mengancam keselamatan serta kesejahteraan masyarakat Sibolga dan wilayah lainnya di Indonesia.

 

Pemerintah daerah dan masyarakat Sibolga perlu segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah kerusakan lingkungan di wilayah hulu. Upaya reboisasi, penegakan hukum terhadap pelaku illegal logging, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian hutan menjadi kunci utama untuk mencegah bencana serupa di masa depan.

 

Dengan tindakan nyata dan kesadaran kolektif, diharapkan Sibolga tidak lagi menjadi "Pulau Kayu" yang menyimpan trauma dan ancaman bencana. Sibolga harus kembali menjadi kota yang aman, nyaman, dan lestari bagi seluruh warganya. (Red)

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama