![]() |
| Kepala Lapas Enemawira, Kepulauan Sangihe, Chandra Sudarto dinonaktifkan dari jabatannya atas dugaan memaksa warga binaan beragama Islam memakan daging anjing. (Foto: Instagram/@rutan_sibuhuan). |
Jakarta – Wajah pemasyarakatan Indonesia kembali tercoreng oleh dugaan tindakan intoleran yang serius. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Enemawira, Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Chandra Sudarto (CS), resmi dicopot dari jabatannya menyusul dugaan aksi tak terpuji memaksa seorang warga binaan beragama Islam untuk mengonsumsi daging anjing. Insiden ini memicu reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
Kasus yang mencuat ini bukan sekadar pelanggaran disiplin pegawai, melainkan sebuah penistaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan beragama yang dijamin konstitusi. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) dengan sigap mengambil langkah cepat untuk meredam gejolak dan menegakkan integritas institusi.
Kepala Sub Direktorat Kerja Sama dan Pelayanan Publik Ditjen PAS, Rika Aprianti, dalam keterangan resminya pada Selasa (2/12/2025), mengonfirmasi penonaktifan Kalapas Enemawira tersebut. Rika menjelaskan bahwa pemeriksaan intensif terhadap Chandra Sudarto telah dilakukan oleh Kantor Wilayah Ditjen PAS Sulawesi Utara sejak pekan lalu.
"Kepala Lapas Enemawira atas nama inisial CS per tanggal 27 November 2025 telah dilakukan pemeriksaan. Pada hari itu juga, yang bersangkutan dinonaktifkan dari jabatannya. Kami langsung menunjuk pelaksana tugas (Plt) untuk mengisi kekosongan kepemimpinan di Lapas Enemawira," tegas Rika, menunjukkan keseriusan Ditjen PAS dalam menangani kasus ini.
Proses penanganan kasus ini tidak berhenti pada penonaktifan. Chandra Sudarto dijadwalkan menjalani Sidang Kode Etik yang digelar langsung di Ditjen PAS oleh Tim Direktorat Kepatuhan Internal pada Selasa (2/12/2025). Rika memastikan bahwa pihaknya tidak akan pandang bulu. Jika terbukti bersalah, sanksi berat menanti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kami akan terus menegakkan kedisiplinan dan integritas petugas. Pelayanan dan pembinaan warga binaan harus sesuai standar, bukan dengan cara-cara yang melanggar norma," tambahnya, menekankan komitmen Ditjen PAS terhadap pelayanan yang humanis dan sesuai aturan.
Kecaman Keras dari Senayan, Desakan Proses Pidana
Peristiwa memalukan ini sontak memantik amarah di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, mengecam keras tindakan oknum Kalapas tersebut. Ia menilai perilaku Chandra Sudarto sudah melampaui batas kemanusiaan dan melanggar konstitusi negara yang menjamin kebebasan beragama bagi setiap warga negara, termasuk mereka yang sedang menjalani masa pidana.
Menurut Mafirion, memaksa seseorang mengonsumsi makanan yang diharamkan oleh agamanya adalah bentuk diskriminasi yang nyata dan berbahaya. Ia mendesak Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan tidak hanya mencopot jabatan pelaku, tetapi juga menyeretnya ke ranah pidana.
"Ini bukan hanya tindakan tidak pantas, tetapi pelanggaran hukum dan HAM berat. Negara wajib melindungi keyakinan setiap warganya, termasuk mereka yang sedang menjalani masa pidana. Copot dan proses hukum segera!" seru Mafirion dengan nada tinggi pada Kamis (27/11/2025).
Politisi senior ini mengingatkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 156 dan 156a, secara tegas mengatur ancaman pidana bagi siapa saja yang melakukan penodaan agama atau menghina keyakinan orang lain. Ancaman hukumannya pun tidak main-main, bisa mencapai lima tahun penjara. Mafirion mewanti-wanti aparat penegak hukum untuk bergerak cepat. Isu sensitif seperti diskriminasi agama, jika tidak ditangani dengan serius, berpotensi memicu konflik horizontal yang lebih luas di masyarakat. Kasus di Enemawira ini harus menjadi pelajaran terakhir agar tidak ada lagi arogansi kekuasaan di balik jeruji besi yang mencederai nilai-nilai kebhinekaan dan kemanusiaan.
(Red)

