Batubara – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Batubara kembali menjadi pusat perhatian publik dan kalangan legislatif setelah Fraksi PDIP secara tegas menyatakan penolakannya terhadap rencana penyertaan modal sebesar Rp23 miliar kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Pembangunan Batra Berjaya. Penolakan ini disampaikan secara resmi oleh Ketua DPRD Batubara, M. Safi’i, dalam konferensi pers di ruang F-PDIP, Jumat (28/11/2025). Kajian hukum mendalam menunjukkan bahwa penolakan tersebut memiliki dasar yang kuat secara hukum dan administratif.
Latar Belakang Keputusan DPRD Batubara
Dalam rapat paripurna DPRD Batubara yang berlangsung pada Kamis, 27 November 2025, seluruh fraksi di DPRD menyetujui rancangan Kebijakan Umum Anggaran-Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (KUA-PFAS) APBD Tahun Anggaran 2026. Namun, dari enam fraksi yang hadir, hanya Fraksi PDIP yang menyatakan penolakan terhadap rencana penyertaan modal ke BUMD PT Pembangunan Bahtra Berjaya. Fraksi ini menilai bahwa langkah tersebut belum sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan menuntut adanya revisi terhadap badan hukum perusahaan tersebut.
Penegasan Safi’i: Penolakan Berdasarkan Regulasi Terkini
Ketua DPRD Batubara, M. Safi’i, menegaskan bahwa penolakan fraksinya bukan semata-mata karena faktor suka atau tidak suka, melainkan berlandaskan pada regulasi hukum yang berlaku. Ia menjelaskan bahwa pencabutan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 331 ayat (3) dan PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, telah mengubah regulasi terkait badan usaha milik daerah.
“Sejak dicabutnya UU dan PP tersebut, status hukum perusahaan daerah harus disesuaikan menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) atau Perseroan Daerah (Perseroda). Saat ini, PT Pembangunan Bahtra Berjaya belum menyesuaikan badan hukumnya,” ujar Safi’i.
Peralihan Hukum dan Kewajiban Revisi Perda
Menurut Safi’i, sesuai amanat UU Nomor 23 Tahun 2014, perusahaan daerah yang telah berdiri sebelum berlakunya undang-undang tersebut wajib melakukan penyesuaian badan hukum mereka. Jika tidak, proses penyertaan modal tidak dapat dilakukan secara sah secara hukum. Ia menegaskan bahwa langkah pertama yang harus dilakukan adalah merevisi Peraturan Daerah (Perda) Pembentukan BUMD agar sesuai dengan bentuk hukum yang baru, yaitu Perumda atau Perseroda.
“Bila Perda tersebut direvisi dan badan hukum PT Pembangunan Bahtra Berjaya sudah berbentuk Perumda atau Perseroda, maka kami akan mempertimbangkan kembali penyertaan modal tersebut,” tegas Safi’i.
Regulasi Pendukung dan Persyaratan Hukum
Kajian hukum yang dilakukan menyebutkan bahwa ketentuan terbaru terkait penyertaan modal daerah diatur dalam beberapa regulasi, seperti PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, dan Permendagri Nomor 14 Tahun 2025. Ketiga regulasi tersebut menegaskan bahwa penyertaan modal harus diatur dalam Peraturan Daerah yang mengatur besaran dan prosedurnya.
Selain itu, dalam regulasi tersebut juga ditegaskan bahwa penyertaan modal hanya dapat dilakukan apabila badan hukum perusahaan daerah sudah sesuai dengan ketentuan hukum terbaru dan telah memenuhi seluruh persyaratan administratif dan hukum yang berlaku.
Implikasi Hukum dan Rekomendasi
Kajian hukum menunjukkan bahwa langkah DPRD Batubara untuk menolak penyertaan modal sebelum PT Pembangunan Bahtra Berjaya menyesuaikan badan hukumnya adalah langkah yang sesuai dengan ketentuan hukum. Hal ini bertujuan untuk menghindari potensi masalah hukum di kemudian hari, termasuk sengketa administratif dan keabsahan legal dari penyertaan modal tersebut.
Rekomendasi dari kajian ini adalah agar pemerintah daerah segera melakukan revisi terhadap Perda Pembentukan BUMD dan memastikan seluruh proses administrasi dan hukum telah dipenuhi sebelum melakukan penyertaan modal. Langkah ini penting agar investasi daerah berjalan sesuai aturan dan memberikan manfaat optimal bagi pembangunan Kabupaten Batubara.
Penutup
Penolakan Fraksi PDIP DPRD Batubara terhadap penyertaan modal ke PT Pembangunan Bahtra Berjaya tidak sekadar sikap politik, tetapi juga berlandaskan kajian hukum yang kuat. Langkah ini menunjukkan pentingnya ketertiban administrasi dan regulasi dalam pengelolaan keuangan daerah serta pengelolaan BUMD. Semoga ke depan, proses revisi dan penyesuaian badan hukum perusahaan daerah dapat berjalan lancar dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku demi keberlangsungan pembangunan daerah yang berkelanjutan.
(Khang's)

