BADAR.CO.ID

IUPHKm Salah Kaprah: Eksploitasi Hutan Semakin Parah

Danil Fahmi. Sh
Danil Fahmi. Sh - IUPHKm Salah Kaprah: Eksploitasi Hutan Semakin Parah.

 

Batu Bara - Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) seharusnya menjadi solusi untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan, namun dalam praktiknya, seringkali disalahgunakan dan justru memperparah eksploitasi hutan.

 

IUPHKm: Kavling Hutan Berkedok Sosial?

IUPHKm, yang diikat selama 35 tahun dan dapat diperpanjang dua kali, seringkali disamakan dengan kavling di kawasan industri. Bedanya, kavling industri jelas memberikan pendapatan bagi negara dan masyarakat, sementara pengelola IUPHKm belum tentu menjalankan komitmen pengelolaan yang diperjanjikan dengan Kementerian Kehutanan. Hal ini bertentangan dengan semangat pengelolaan hutan sosial yang ingin diwujudkan pemerintah.

Tak jarang, pengelola IUPHKm merasa lahan yang diberikan izin seolah-olah menjadi milik pribadi atau golongan. Mereka hanya memikirkan keuntungan pribadi dengan mengeksploitasi sumber daya hutan tanpa melakukan reboisasi. Padahal, tujuan perizinan perhutanan sosial adalah untuk menyelesaikan konflik, melakukan restorasi gambut, dan/atau restorasi ekosistem.

 

Restorasi atau Eksploitasi Gaya Baru?

Jika tidak ada konflik, prioritas selanjutnya adalah melakukan restorasi ekosistem, bukan malah memberikan izin yang berujung pada eksploitasi dan pengrusakan hutan. Dalam pengelolaan perhutanan sosial, prinsip keadilan, keberlanjutan, kepastian hukum, partisipatif, dan bertanggung gugat harus diutamakan.

- Keadilan: Adil terhadap masyarakat dan alam.

- Keberlanjutan: Menjaga dan memastikan prinsip keberlanjutan.

- Kepastian Hukum: Memegang teguh prinsip kepastian dan ketaatan terhadap hukum dan aturan.

- Partisipatif: Semua pihak dapat berkontribusi dalam pengelolaan perhutanan sosial.

- Bertanggung Gugat: Pihak yang mengelola bertanggung jawab atas pengelolaan perhutanan sosial.

Prinsip "bertanggung gugat" mengharuskan masyarakat untuk memikul tanggung jawab atas keterlibatannya dalam pengelolaan hutan sosial, termasuk menjawab dan bertanggung jawab secara mental, emosional, dan pelaksanaan terhadap segala upaya dan hasil yang dicapai. Hal ini menghilangkan pemikiran bahwa pengelola tidak wajib bertanggung jawab atas kerusakan hutan yang terjadi.

 

Hutan Kemasyarakatan (HKm): Potensi Pengabaian Ekologi

Dari lima jenis skema perhutanan sosial di Indonesia, Hutan Kemasyarakatan (HKm) adalah yang paling berpotensi mengabaikan ekologi hutan. HKm adalah pengelolaan hutan negara oleh masyarakat sekitar hutan untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pengembangan hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Fokus pada hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan menyebabkan pengelola kurang memperhatikan pelestarian hutan itu sendiri.

 

Evaluasi untuk Mencegah Degradasi Ekologis

Untuk menghindari degradasi ekologis dalam pengelolaan perhutanan sosial, khususnya IUPHKm, beberapa evaluasi wajib dapat dilakukan:

1. Evaluasi Perubahan Tutupan Lahan: Mengevaluasi perbaikan atau degradasi tutupan hutan sebelum dan sesudah izin diberikan.

2. Evaluasi Kondisi Hutan Secara Umum: Penilaian terhadap kondisi hutan secara menyeluruh, termasuk aspek ekologi dan aspek lainnya.

3. Evaluasi Kepatuhan Terhadap Rencana Pengelolaan: Memastikan kegiatan pemanfaatan sesuai dengan rencana pengelolaan hutan kemasyarakatan yang sudah disahkan.

4. Evaluasi Aspek Lingkungan Eksternal: Mengembangkan kriteria evaluasi untuk mencakup aspek lingkungan eksternal, seperti kebijakan dan pendampingan yang mendukung pengelolaan hutan berkelanjutan.

Tiga tujuan utama kegiatan evaluasi perhutanan sosial:

1. Mengukur Keberhasilan Program: Mengukur keberhasilan program HKm dalam memperbaiki kondisi tutupan dan kualitas hutan.

2. Mendukung Pengelolaan Berkelanjutan: Memberikan masukan dan data untuk mendukung pengelolaan hutan yang lebih berkelanjutan.

3. Mencegah Pelanggaran Izin: Memastikan tidak ada pemindahtanganan, pengagunan, atau penggunaan izin di luar rencana pengelolaan.

Kesimpulan

Perhutanan sosial, khususnya hutan kemasyarakatan, seharusnya menjadi solusi bagi masyarakat untuk berdampingan dengan kawasan dan ekosistem hutan. Hutan adalah entitas dan identitas yang harus dijaga kelestariannya. Penambahan embel-embel sosial pada kata hutan seharusnya tidak menjadi perusak ekosistem hutan, karena ruh dan semangat sosial hutan itu sendiri memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat.

Penulis : Danil Fahmi, SH.

Editor: Khang's 


SPONSOR
Lebih baru Lebih lama