BADAR.CO.ID

Tausyiah Jum'at: NILAI DAN HARGA IMAN



Badar.co.id
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Setelah kita ketahui bahwa ruang lingkup iman memenuhi aspek hati, aspek ucapan dan aspek tindakan maka selanjutnya kita perlu mengetahui apa sebenarnya kandungan iman dan bagaimana mendapatkannya?, karena Kembali kita ingatkan bahwa iman bukanlah sesuatu yang diwariskan atau serta merta didapatkan atau juga muncul secara tiba-tiba begitu saja.
Dalam rangka melakukan pendekatan, maka kita ajukan peristilahan nilai dan harga, untuk selanjutnya kita sebut dengan Nilai dan Harga Iman.


Sering kita dengar bahwa banyak yang menganggap bahwa nilai sama dengan harga. Sedangkan makna yang sesungguhnya sayang jauh berbeda antara nilai dan harga.
Dimaksud dengan “nilai” menurut istilah ekonomi ialah kemampuan yang membikin sesuatu menjadi sedemikian rupa.
Misalnya, 1 kg beras mempunyai kemampuan untuk membuat kenyang dua orang dalam satu waktu tertentu. Kemampuan beras 1 kg ini bersifat objektif, artinya bahwa nilai 1 kg beras ini tidak bergantung oleh apapun baik beras itu digunakan atau tidak yang jelas kemampuannya tetap melekat demikian, yakni mampu membaut kenyang dua orang dalam satu waktu tertentu. Oleh sebab itu nilai mengandung sajian alternatif objektif.

Lain halnya dengan “harga”, juga menurut istilah ekonomi, ialah jumlah yang sedia dikorbankan untuk mendapat nilai.
Misalnya, untuk mendapatkan 1 kg beras dibutuhkan uang Rp.15.000, maka jika seseorang menginginkan beras 1 Kg dibutuhkan pengorbanan uang sebesar Rp 15.000. coba kita pahami, apabila ada 2 orang makan uang Rp. 15.000 dipastikan mereka berdua tidak akan kenyang, sebab fungsi uang disini hanya menjadi alat tukar atau harga, tetapi harga itu sendiri tidak mengandung “nilai” yang dimaksud. Harga bersifat subjektif, karena tergantung kepada seseorang mau atau tidak mau mengorbankannya untuk mendapatkan nilai. Dengan demikian maka harga mengandung sajian alternatif subjektif.
Demikian halnya dengan nilai Iman, yakni kemampuan isi Iman untuk membuat pendukung atau menyanjungnya menjadi sesuai dengan apa yang digambarkan oleh isi atau materi Iman (hasanah di dunia dan hasanah diakhirat)
Firman Allah, Q.S al Baqarah: 201
wa min-hum may yaqûlu rabbanâ âtinâ fid-dun-yâ ḫasanataw wa fil-âkhirati ḫasanataw wa qinâ ‘adzâban-nâr
“Dan Sebagian mereka ada yang berdoa, “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta lindungilah kami dari azab neraka.”

Sedangkan “harga Iman” ialah jumlah yang harus dikorbankan untuk mendapat Iman (menjadi mukmin).
Firman Allah, Q.S Attaubah: 111
innallâhasytarâ minal-mu'minîna anfusahum wa amwâlahum bi'anna lahumul-jannah,…

“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan jannah yang Allah peruntukkan bagi mereka.
Jadi pengorbanan yang diinginkan untuk mendapatkan nilai iman ialah mengorbankan segenap dirinya (nafsun jamaknya anfus/subjektifismenya) dan segenap harta yang ada padanya menjadi milik Allah sehingga dia menjadi hamba atau abdi kehidupan menurut Allah yaitu menurut petunjuk Allah (hudan) yakni Al-Qur’an dengan mencontoh Rasulullah untuk mencapai jannah atau hasanah.

Bagi orang yang telah rela mengorbankan subjektifitas (ego sentris) dan harta yang ada padanya secara totalitas menjadi milik Allah, maka dia berfungsi sebagai wakilun atau waliyyun (QS. Ali Imran 160 dan QS. Al-baqarah 257)

Perkataan Iman itu sendiri tidak akan menjadi sempurna, atau belum bernilai dan berharga kecuali jika dihubungkan dengan sesuatu yang lain. Artinya “nilai dan harga Iman” ditentukan oleh sesuatu yang lain daripadanya. Untuk itu, kita akan coba untuk mengupas pada kajian selanjutnya, Semoga Allah tetap mempertemukan kita pada momentum selanjutnya, Amiin.
Ushikum wanafsii bitaqwallahi
Wassalamu’alaikum...warahmatullahi..wabarakatuh

 

SPONSOR
Lebih baru Lebih lama