Tausyiah: Jangan Taklid
Kedudukan iman sangat penting didalam Islam. Iman menjadi bagian yang mendasari terbentuknya seluruh perwujudan tindakan didalam kehidupan seseorang. Banyak yang memahami bahwa arti dari iman itu adalah percaya. Memaknai iman hanya sekedar percaya tanpa melakukan pengkajian dan analisa kritis agar dapat memahami iman secara utuh berujung pada taklid. Taklid adalah mengikuti sesuatu tanpa mengetahui atau memahami dasarnya.
Firman Allah Q.S Al-isra’ 36
“Janganlah engkau mengikuti sesuatu yang tidak kau ketahui. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya”.
Pada kenyataannya budaya berlaku dan bergerak seiring dengan perjalanan hidup manusia. Dengan perjalanan manusia yang silih berganti, sambung menyambung dan terjadinya regenerasi demikian pula iringan budaya yang menjadi kebiasaan terus hidup berdampingan dengan manusia, sehingga kebiasaan itu secara alami juga turut diturunkan kepada generasi ke generasi selanjutnya.
Terkait dengan persoalan iman tampaknya juga mengalami imbas dari hasil turun temurunnya budaya manusia itu, dimana iman menjadi sesuatu yang diturunkan dari generasi sebelumnya, sayangnya banyak diantara manusia tidak berusaha menggali apa makna dan dasar mengapa dia harus mengimani sesuatu dengan sikap percaya saja. Didalam islam sebenarnya Allah sudah menegaskan
Q.S. Al-Baqarah 170
“Apabila dikatakan kepada mereka, “Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,” mereka menjawab, “Tidak. Kami tetap mengikuti kebiasaan yang kami dapati pada nenek moyang kami.” Apakah (mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek moyang mereka (itu) tidak mengerti apa pun dan tidak mendapat petunjuk?”
Tidak bermaksud untuk merendahkan apa yang telah menjadi kebiasaan generasi sebelumnya, tapi lebih kepada kepahaman terhadap apa yang dipercayai oleh seseorang untuk tidak asal terima, asal percaya, dan asal mengikut terhadap apa yang sudah ada walaupun sesuatu itu belum atau tidak dipahami nilainya.
Sering kita dengar ketika kita bertanya: “kenapa anda beragama Islam? Jawabnya karena orang tua saya Islam”. Inilah fakta yang banyak terjadi dikalangan kita. Artinya bahwa tidak ada alasan logis dan pemahaman yang konkret serta rincian yang mendasar untuk menyatakan kenapa ia berIslam. Bahwa islam yang dianutnya saat ini adalah hasil dari yang diturunkan oleh orang tuanya. Bukan imannya yang membuat dia menjadi Islam tapi secara kebetulan dia turunan dari orang Islam
Firman Allah Q.S. Yunus 99-100
Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang di bumi seluruhnya. Tetapi apakah kamu (hendak) memaksa manusia agar mereka menjadi orang-orang yang beriman? (99)
“Dan tidak seorang pun akan beriman kecuali dengan izin Allah, dan Allah menimpakan azab kepada orang yang tidak berakal” (100)
Ayat 99 menyatakan bahwa sejatinya jika Allah mau untuk membuat semua orang beriman maka semua manusia pasti seluruhnya beriman, tapi dengan perangkat manusia yang menjadi potensi bagi dirinya untuk menentukan pilihan maka Allah memberikan hak kepada manusia untuk mau beriman atau tidak, dan tegasnya bahkan Allah sekalipun tidak mau memaksakan manusia untuk beriman, karenanya demikian pula hal nya dengan kita sesama manusia, tidak ada hak bagi kita untuk memaksakan orang lain untuk mengikuti apa yang telah menjadi iman kita.
ini menegaskan bahwa penggunaan akal untuk melakukan penilaian terhadap sesuatu sehingga apa yang menjadi pilihannya sesuai dengan sajian yang diberikan untuk dipilih menjadi bagian dari dasar hidupnya benar-benar diketahui secara utuh. Ini membuktikan bahwa sejatinya persoalan iman adalah pertanggungjawaban secara pribadi bagi setiap manusia.
Jadi seharusnya untuk mengambil sesuatu menjadi pilihan hidup kita pahami sesuatu itu semaksimal mungkin yang dalam konteks ini adalah iman agar selanjutnya apa yang kita lakukan bukanlah semata sekedar ikut ikutan tanpa landasan. Apa itu Iman? semoga Allah memberi kita kesempatan untuk mengulas tentang iman lebih dalam. In Syaa Allah. Aamiin
Penulis: Mujaddun, S. Pdi